Kawan kita mungkin semua tau, dengan usaha kita dapat mencapai segalanya, dengan tekad kita pun pasti mampu menggapai apa yang kita inginkan..
disini saya akan sharing sebuah bacaan dari Koran Tribun Jabar,, dan semoga menjadi insfirasi buat kita semua...
Tak perlu menunggu lagi jadi orang kaya untuk berkarya, cukup tekad dan kerja keras, impian pun bias terwujud. Itu yang dibuktikan Mang Salim Raman (60). Dari hasil keringatnya mengayuh becak selama 16 tahun di Jakarta, Mang Salim bias membanyun madrasa yang megah.
Madrasah tersebut adala Madrasah Diniyah Nurul Hidayat berlokasi di Dusun Karang cengek , RT/RW 19/06 Desa Pamarican Kecamatan Pamarican, yang memiliki enam ruang kelas belajar dan satu ruang guru yang representative.
Kisa ini dimulai ketika bapak empat anak itu meninggalkan Pamarican menuju Jakarta taun 1993. Di ibukota mang salim menjadi tukang becak yang biasa mangkal di komplek perumahan pensiunan BI di Ciputat . sementara ia mengontak rumah di Gng Mesjid Al Ikhlas Jl Supratman Kampung Utan Ciputat, tak jauh dari kampus UIN Ciputat.
Dalam sehari hari, dari asil mengayuh becak, Mang Salim bias mengumpulkan uang antara Rp 25.000 hingga Rp 30.000. sebagian untuk kebutuan sehari-hari, sebagian lagi ia simpan untuk biaya anak istri di kampong.
Ketika pulang kampong itulah, Mang Salim sering menyaksikan anak-anak yang kesulitan memperoleh pendidikan agama, karena tidak ada madrasah. “ Kalau sudah sore atau malam anak-anak belajar agamanya terpencar-pencar dengan mendatangi sejumla guru yang ada di kampong ini. Kalo saya pulang dari Jakarta malam-malam, selalu mendapati anak sedang mengaji di rumah ustad,” cerita Mang Salim.
Sejak saat itula mang salim bertekad membangun gedung madrasah agar anak-anak tidak lagi berpencar-pencar untuk belajar agama. Ia sisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung.
Tk haya menarik becak. Mang Salim pun selalu menjaga silaturahmi dengan para penumpang nya. Kebetulan, penumpang langganannya kebanyakan keluarga pejabat, mantan pejabat, atau karyawan Bank Indonesia.
Saat mengobrol dengan langganan itu, Mang Salim sering menceritakan mimpi untuk membangun madrasah di kampong halaman nya.
“Ternyata banyak yang peduli dan terketuk hatinya . Kalau pulang ke Pamarican saya selalu dibekali infak untuk dipakai membangun madrasah. Besarnya kadang Rp 50.000, bakan terkadang terkumpul sampai Rp 500.000. itu ters di simpan” tuturnya.
Tahun 2003 seorang warga Karangcengek menyererahkan tanah wakap seluas 450 m persegi. Dari situlah rencana pembangunan madrasah pun mulai ada jalan. Segera masyarakat membuat proposal dan Mang Salimlah yang mengedarkan nya di Jakarta.
Ia pun menemui seorang pelanggan di Kompleks BI itu dan menyampaikan proposal. Hanya menunggu beberapa hari proposal disetujui, dengan modal bantuan dari BI sebesar 123 juta ditambah uang hasil mengayuh becak, Mang Salim dan masyarakat mulai membangun madrasath itu.
Butuh waktu lima taun untuk menuntaskan madrasah. Selama itu pula Mang Salim tetap menyisikan uang hasil megayuh becak untuk madrasah.
Saat gedung sudah setengah jadi, madrasah pun mulai di pakai. Para ustad berdatangan, begitu pula anak didik. Honor untuk guru di dapat dari titipan sedekah dan infak. “Awalnya honor guru itu Rp 40.000 perbulan, naik menjadi Rp 45.000 perbulan. Bakan dari Jakarta kemaren ada yang nitip THR untuk guru madrasah masing masing Rp 100.000” ungkap Mang Salim polos.
Murid muridpun kian banyak kini mencapai 116 orang, tak haya dari Karangcengek tapi juga dari desa lain. Sayangnya, gedung madrasah ini belum memiliki mebeler seperti kursi dan mejauntuk belajar.
Pertolongan Allah swt kembali mengampiri Mang Salim. Awal puasa lau, ia mengikuti majelis taklim pengajian Mamah Dedh dan Aa. Pada kesempatan itu, Mang Salim mengungkapkan riwayat pembangunan madrasah tersebut yang telah selsai tapi tidak memiliki mebeler.
Saat bersamaan, Dirut Perum Pegadaian Drs H Candra Purnama MBA dan istri menonton acara yang di tayangkan statsiun televise suasta itu.
Hatinya tergerak untuk membantu. Ia langsung menelpon dan langsung menyanggupi pengadaan meja kursi. Dan rabu (14/10) Candra pun menyerakan bantuan secara langsung bantuan sarana prasarana untuk MD Nurul Hidayah.
Mang Salim turut pulang ke kampong untuk menyaksikan acara itu. Selepas itu, Mang Salim kembali ke Jakarta untuk mengayuh becak lagi, tentu dengan hati penu kepuasan, karena madrasah yang di impikan suda berdiri lengkap dengan meja dan kursi belajar.
Dari Koran Tribun Jabar (Jumat, 16 Oktober 2009).
disini saya akan sharing sebuah bacaan dari Koran Tribun Jabar,, dan semoga menjadi insfirasi buat kita semua...
Pengayuh becak sukses bangun madrasah
Tak perlu menunggu lagi jadi orang kaya untuk berkarya, cukup tekad dan kerja keras, impian pun bias terwujud. Itu yang dibuktikan Mang Salim Raman (60). Dari hasil keringatnya mengayuh becak selama 16 tahun di Jakarta, Mang Salim bias membanyun madrasa yang megah.
Madrasah tersebut adala Madrasah Diniyah Nurul Hidayat berlokasi di Dusun Karang cengek , RT/RW 19/06 Desa Pamarican Kecamatan Pamarican, yang memiliki enam ruang kelas belajar dan satu ruang guru yang representative.
Kisa ini dimulai ketika bapak empat anak itu meninggalkan Pamarican menuju Jakarta taun 1993. Di ibukota mang salim menjadi tukang becak yang biasa mangkal di komplek perumahan pensiunan BI di Ciputat . sementara ia mengontak rumah di Gng Mesjid Al Ikhlas Jl Supratman Kampung Utan Ciputat, tak jauh dari kampus UIN Ciputat.
Dalam sehari hari, dari asil mengayuh becak, Mang Salim bias mengumpulkan uang antara Rp 25.000 hingga Rp 30.000. sebagian untuk kebutuan sehari-hari, sebagian lagi ia simpan untuk biaya anak istri di kampong.
Ketika pulang kampong itulah, Mang Salim sering menyaksikan anak-anak yang kesulitan memperoleh pendidikan agama, karena tidak ada madrasah. “ Kalau sudah sore atau malam anak-anak belajar agamanya terpencar-pencar dengan mendatangi sejumla guru yang ada di kampong ini. Kalo saya pulang dari Jakarta malam-malam, selalu mendapati anak sedang mengaji di rumah ustad,” cerita Mang Salim.
Sejak saat itula mang salim bertekad membangun gedung madrasah agar anak-anak tidak lagi berpencar-pencar untuk belajar agama. Ia sisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung.
Tk haya menarik becak. Mang Salim pun selalu menjaga silaturahmi dengan para penumpang nya. Kebetulan, penumpang langganannya kebanyakan keluarga pejabat, mantan pejabat, atau karyawan Bank Indonesia.
Saat mengobrol dengan langganan itu, Mang Salim sering menceritakan mimpi untuk membangun madrasah di kampong halaman nya.
“Ternyata banyak yang peduli dan terketuk hatinya . Kalau pulang ke Pamarican saya selalu dibekali infak untuk dipakai membangun madrasah. Besarnya kadang Rp 50.000, bakan terkadang terkumpul sampai Rp 500.000. itu ters di simpan” tuturnya.
Tahun 2003 seorang warga Karangcengek menyererahkan tanah wakap seluas 450 m persegi. Dari situlah rencana pembangunan madrasah pun mulai ada jalan. Segera masyarakat membuat proposal dan Mang Salimlah yang mengedarkan nya di Jakarta.
Ia pun menemui seorang pelanggan di Kompleks BI itu dan menyampaikan proposal. Hanya menunggu beberapa hari proposal disetujui, dengan modal bantuan dari BI sebesar 123 juta ditambah uang hasil mengayuh becak, Mang Salim dan masyarakat mulai membangun madrasath itu.
Butuh waktu lima taun untuk menuntaskan madrasah. Selama itu pula Mang Salim tetap menyisikan uang hasil megayuh becak untuk madrasah.
Saat gedung sudah setengah jadi, madrasah pun mulai di pakai. Para ustad berdatangan, begitu pula anak didik. Honor untuk guru di dapat dari titipan sedekah dan infak. “Awalnya honor guru itu Rp 40.000 perbulan, naik menjadi Rp 45.000 perbulan. Bakan dari Jakarta kemaren ada yang nitip THR untuk guru madrasah masing masing Rp 100.000” ungkap Mang Salim polos.
Murid muridpun kian banyak kini mencapai 116 orang, tak haya dari Karangcengek tapi juga dari desa lain. Sayangnya, gedung madrasah ini belum memiliki mebeler seperti kursi dan mejauntuk belajar.
Pertolongan Allah swt kembali mengampiri Mang Salim. Awal puasa lau, ia mengikuti majelis taklim pengajian Mamah Dedh dan Aa. Pada kesempatan itu, Mang Salim mengungkapkan riwayat pembangunan madrasah tersebut yang telah selsai tapi tidak memiliki mebeler.
Saat bersamaan, Dirut Perum Pegadaian Drs H Candra Purnama MBA dan istri menonton acara yang di tayangkan statsiun televise suasta itu.
Hatinya tergerak untuk membantu. Ia langsung menelpon dan langsung menyanggupi pengadaan meja kursi. Dan rabu (14/10) Candra pun menyerakan bantuan secara langsung bantuan sarana prasarana untuk MD Nurul Hidayah.
Mang Salim turut pulang ke kampong untuk menyaksikan acara itu. Selepas itu, Mang Salim kembali ke Jakarta untuk mengayuh becak lagi, tentu dengan hati penu kepuasan, karena madrasah yang di impikan suda berdiri lengkap dengan meja dan kursi belajar.
Dari Koran Tribun Jabar (Jumat, 16 Oktober 2009).